
Gerhana Bulan total yang terjadi Kamis (16/6/2011) dini hari sekitar pukul 02.30 sebenarnya dapat saya saksikan langsung di lantai atas kostan saya di Bandung. Tapi sayang semalam waktu proses terjadinya gerhana bulan saya malah asyik tidur..hehe..
Teorinya, terjadinya gerhana matahari karena bulan akan ditutup oleh bayangan bumi. Yang tadinya bulan berwarna putih akan menjadi hitam kemerahan dan itu berlangsung cukup lama. Pada saat terjadinya gerhana bulan, bulan tetap tampak tetapi berwarna merah. Itu karena Bulan tetap terkena cahaya Matahari. Cahaya tersebut bukan cahaya langsung, melainkan cahaya yang dipantulkan atmosfer Bumi dan tetap mencapai Bulan. Debu dan gas pada atmosfer menyaring gelombang warna biru dari sinar Matahari. Cahaya yang lewat hanya berwarna merah. Karena itulah Bulan berwarna merah. Saturasi warna merah juga tergantung pada ketinggian Bulan. Saat Bulan lebih rendah, semakin banyak ia terkena cahaya yang dipantulkan atmosfer dan warnanya semakin merah. Begitupun sebaliknya, jika posisi bulan lebih tinggi maka bulan akan tampak hitam kemerah-merahan.
Di sebagian daerah di Indonesia masih sangat mempercayai mitos2 tentang gerhana bulan. Salah satunya adalah di Bali. Di Bali, fenomena itu disambut dengan menggelar ritual adat dan memukul kentongan. Dalam cerita rakyat Hindu di Bali, gerhana bulan total disebut sebagai bulan kepangan. Dewi Ratih yang disimbolkan sebagai bulan, dimakan kala rahu (raksasa).
Untuk menyelamatkan bulan, warga memukul kentongan mengusir raksasa agar batal menelan bulan. Suara gaduh dihentikan setelah bulan muncul kembali normal atau gerhana bulan selesai. Namun sebelum memukul kentongan, warga Hindu menggelar sembahyang di pura keluarga masing-masing. Usai sembahyang, warga pun menunggu momen raksasa memakan bulan (gerhana bulan).
Selain itu, mitos tentang gerhana bulan juga dipercayai oleh masyarakat
Madiun, Jawa timur. Orang-orang tua dulu menganggapnya ada buto (buta
kala) yang memakan bulan dan masyarakat menabuh lumpang (tempat penumbuk dari
besi) agar buto-nya cepat hilang. Selain menabuh lumpang atau lesung,
masyarakat juga punya kebiasaan lain seperti perut wanita yang hamil biasa
diolesi abu sisa pembakaran di dapur dengan harapan anak yang dikandung tidak
dimakan atau tidak seperti buto. Namun tradisi masyarakat dahulu itu
sudah jarang dilakukan karena semakin berkembangnya ilmu dan pengetahuan.
Gerhana itu perlu diambil hikmahnya bahwa Allah SWT menunjukkan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya melalui fenomena itu. Keteraturan yang luar biasa yang Allah ciptakan, memungkinkan manusia menghitung peredaran bulan untuk digunakan dalam perhitungan waktu,
0 komentar:
Posting Komentar